My Clock

Kamis, 19 Juni 2014

METODE PEMURTADAN MASYARAKAT MINANG KABAU DI SUMATERA BARAT


METODE PEMURTADAN MASYARAKAT MINANG KABAU
DI SUMATERA BARAT
(Studi Kasus di Provinsi Sumatera Barat)
Abstrak
Artikel ini ditulis untuk (1) mengungkapkan metode pemurtadan mayarakar Minang Kabau di Provinsi Sumatera Barat, (2) mengungkapkan metode antisipasi pemurtadan mayarakar Minang Kabau di Provinsi Sumatera Barat. Data penelitian ini berupa informasi dan dokumen. Sumber data ini menggunakan Informan kunci yang mengungkapkan informasi melalui buku, jurnal, artikel, books online dan media online. Data dikumpulkan melalui research online, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan metode pemurtadan mayarakar Minang Kabau di Provinsi Sumatera Barat dan metode antisipasi pemurtadan mayarakar Minang Kabau di Provinsi Sumatera Barat. 
Kata kunci: Metode Pemurtadan dan Masyarkat Minang Kabau

A.      PENDAHULUAN
Sumatera Barat dengan falsafah adatnya yang “Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS-SBK) selama ini telah dikenal dengan daerah keislamannya yang kental. Falsafah adat yang bersendikan syari’at kitabullah (Al-Qur’an) bukan hanya sekedar pepesan kosong biasa, melainkan telah berurat nadi dalam diri dan kehidupan masyarakatnya. Maka tidak heran, dengan falsafah adat tersebut, keislaman masyarakat di Sumatera Barat sangat kuat dan Sumatera Barat menjadi daerah yang sulit ditaklukkan untuk dikristenkan setelah Aceh.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan bergesernya nilai-nilai adat, masyarakat Sumatera Barat sepertinya tidak sulit lagi untuk dikristenkan, terlebih cara-cara pengkristenisasian kini semakin canggih dan menggunakan cara yang sangat halus sehingga secara tidak sadar masyarakat telah dikristenkan. (Hidayatullah: 2013). Masyarakat Sumatera Barat tidak akan pernah lupa dengan kasus Wawah yang sempat mengguncang Ranah Minang pada tahun 1999 silam. Wawah merupakan korban penculikan, pemerkosaan dan pemaksaan pindah agama oleh tiga orang, yaitu: Salmon, Pegawai Negeri Sipil di PDA Kota Padang yang merupakan otak penculikan dan pemerkosaan, Yanuardi Koto, putra Minangkabau yang telah murtad yang merupakan aktor intelektual dan Agustinus, Kepala SMU Kalam Kudus yang berperan sebagai aktor menyembunyikan Wawah setelah dilakukan pembaptisan.
Sejarah kristenisasi di Ranah Minang telah ada sejak abad ke-18, tepatnya pada masa penjajahan Belanda dan Koepelkerk merupakan Gereja Protestan pertama yang didirikan di Padang oleh penjajah Belanda bekerjasama dengan misionaris. Gerakan dan aktivitas para pendeta semakin meningkat ketika memasuki paruh kedua abad ke 19. Memasuki abad 20, misionaris semakin gencar membangun gereja sekaligus merehabilitasi bangunan yang sudah tua dan rusak. Secara berturut-turut dan terencana pembangunan gereja dimulai dari Bukittinggi tahun 1916-1917, Sawah Lunto tahun 1920, Padang tahun 1925 dan Payakumbuh tahun 1933.
Usaha melakukan pengabaran injil semakin gencar dilakukan pendeta sejak abad 20, terutama terhadap etnis Cina dan Nias. Khusus bagi kelompok etnis Cina dilakukan melalui pendekatan pendidikan, yaitu menarik anak-anak mereka untuk sekolah yang didirikan para penginjil, yang ada di Padang ataupun Bukittinggi. Frater Padang adalah salah satu lembaga pendidikan Kristen yang paling berjasa dalam hal ini. Didirikan pada tahun 1823 oleh Rater Paulus Jacobs, Severinus Aarts, Hermenigildus Fromm, Theodatus Van Oers dan Claudius Kok. Dalam sejarahnya, selain Katolik dan Protestan, di Ranah Minang juga tersebar ajaran Gereja Masehi Advent hari ketujuh, Bethani, Pantekosta, Katedral, dan lain-lain.
Gerakan kristenisasi di Ranah Minang semakin menampakkan hasil sejak tahun 1950-an, melalui beberapa orang Pemuda Minang yang berada di Singapura. Mereka telah lebih dulu masuk Kristen. Ketika pulang ke kampung, mereka melakukan penggambaran tentang injil dan membujuk anak-anak muda Minang untuk masuk ke agama barunya. Cara-cara yang mereka lakukan ternyata berhasil membawa beberapa orang pemuda Minang masuk Kristen. Kelompok inilah yang pertama masuk Kristen, tetapi itu pun tidak lama bertahan, mereka kembali masuk Islam karena motifnya tidak lebih dari sikap pragmatis. Kondisi ekonomi yang serba sulit, kemudian dijanjikan hal-hal yang sangat kontra-produktif dengan sikap dasar orang Minang. Lama kelamaan tujuan misi terungkap sehingga banyak diantara mereka yang menyatakan keluar dan kembali ke Islam.
Kegiatan kristenisasi semakin jelas dan meningkat sejak tahun 1950-an, seiring dengan adanya program transmigrasi. Bersamaan dengan itu, misi kristenisasi juga dilakukan melalui asimilasi masyarakat Minang melalui perkawinan. Namun, pendekatan ini ditolak secara mentah-mentah oleh masyarakat Minang, bahkan menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Meskipun demikian masih ada yang berhasil dibawanya. Gerakan tersebut semakin gencar dilakukan, bahkan tidak pandang bulu. Seiring dengan itu, pendirian gereja pun semakin gencar dilakukan di tengah-tengah komunitas umat Islam, tambah lagi dengan menjamurnya unit-unit pelayanan sosial dan kemanusiaan.
Pada tahun 1970-an, upaya pemurtadan dilakukan melalui usaha sosial dan kemanusiaan serta kesehatan di antaranya pendirian Rumah Sakit Baptis Immanuel di Bukittinggi. Tetapi pembangunan itu berhasil diketahui secara cepat oleh masyarakat setempat. Akhirnya, ditolak dan diambil alih oleh pemerintah. Keberhasilan menggagalkan proyek tersebut tidak terlepas dari peran semua komponen masyarakat Minang, terutama Buya H. M. D. Dt. Palimo Kayo, mantan Ketua MUI Sumbar, Mohd. Natsir, tokoh Islam asal Minang dan Buya Hamka, mantan Ketua MUI Pusat. Setelah berhasil menggagalkan, mereka berhasil mendirikan Rumah Sakit Islam (Ibn Sina) dan Rumah Sakit Immanuel diambil alih pemerintah daerah dengan mengubah nama dan status. Sekarang RS tersebut menjadi RS. Ahmad Mukhtar.
Selain melalui cara-cara tersebut, perantaraan ekonomi juga kerap kali mereka lakukan di Ranah Minang. Usaha yang dilakukan Koppasta (Koperasi Pasar Tarusan) dan Bank Lippo milik James T. Riady adalah contoh yang belum bisa dilupakan dari dalam ingatan orang Minang. Menurut mantan Ketua PW. PII Sumbar, Cendra Hardi Nurba, Koppasta merupakan lembaga simpan pinjam yang diperuntukkan khusus bagi umat Islam di Tarusan, Painan. Koperasi ini langsung berada di bawah pimpinan seorang Katolik, tetapi akhirnya usaha ini diketahui masayarakat Painan. Sementara Bank Lippo, khusus diperuntukkan bagi muslim yang berada di daerah perkotaan. Lebih jauh, Cendra mengungkapkan bahwa langkah kedua lembaga ini nampak seiring, sama-sama bergerak pada simpan pinjam. Modus ini sepintas tidak beda dengan lembaga simpan pinjam dan keuangan lainnya, tetapi misinya baru terlihat setelah didalami secara baik.
Terakhir, pasca gempa Sumatera Barat tahun 2009 lalu, dalam situs Hizbut-Tahrir disebutkan, Misionaris Kristen menggunakan bendera LSM Mitra Sejati dan Samaritan membagi-bagikan Alkitab yang berjumlah sekitar 180 buah dan mengajak masyarakat masuk Kristen. Kejadian ini terjadi di Korong Koto Tinggi, Kecamatan V Koto Timur, Kabupaten Padang Pariaman, (Hidayatullah: 2013)
Penulis melihat ada gejala/fenomena dalam metode pemurtadan di Sumatera Barat, seperti: pengacauan pemikiran (ghozwul fikri), penyebaran paham sekuler, liberalis, modernisasi dan pluralisme agama, meniru idiom Islam (busana, atribut dan kebiasaan), melakukan berbagai pemalsuan dan pernikahan antar agama. Metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat di berdasarkan grand tours dan research online penulis pada Oktober 2006 sampai sekarang, teridentifikasi:
1.    Masyarakat Minang Kabau berfikir dunia adalah segala-galanya ( “alah jan sadonyo dibaok kaagamo, beribadah tu urusan pribadi awak surang-surang, Jan baok-baok pulo namo Tuhan, urusan awakko urusan dunia, mamiliah agamo tu hak asasi awak surang-surang, awak indak buliah mancikaraui pribadi urang, ijan uruslo karajo kamiko jankan nan halal nan haram sajo susah mandapek-annyo”)
2.    Masyarakat Minang Kabau terindifikasi berfaham sekuler, liberalis, modernisasi dan pluralisme (“Jan pulo dibaok-baok politik ka agamo, wak hiduik di Negara, indak bisa agamo tu dibaok ka Negara doh, iyo alah zamannyo pulo anak-anak kini babaju singkek cando baraik jo bapasang-pasangan, bapaluak-paluak gadih jo bujang, kok kamanga kamiko jan uruslo kok kabatilanjang, kamamaliang, kok kajadi urang mungkaha bagai, apo urusan situ”)
3.    Masyarakat Minang Kabau yang murtad dan para misionaris teridentifikasi meniru idiom Islam (Para misionaris yang berpenampilan Islam seperti pendeta Willy alias Abdul Wadud Karim Amrullah adik sebapak Buya Hamka).
4.    Para Misionaris dan masyarakat Minang Kabau yang murtad melakukan pemalsuan, (pada tahun 2004 di SMP 1 dan SMA 1 Tilatang Kamang ditemukan 200 buah Al-Qur’an bersampulkan Injil, pada tahun 2013 terjadi kasus SILOAM yang berkedok misi ekonomi dan sosial).
5.    Masyarakat Minang Kabau teridentifikasi menikah dengan para misionaris (pada tahun 1999 Kota Padang dihebohkan dengan kasus hilangnya Khairiyah/wawah siswi MAN 2 Padang diculik dan diperkosa, DR. Zainul Kamal dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta asal Batu Sangkar merupakan aktivis Paramadina dengan mempromosikan boleh menikah antar agama padahal Islam mengharamkan wanitanya menikah dengan laki-laki non muslim).
Berdasarkan fakta dan fenomena/gejala permasalahan dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu:
1.    Mengungkapkan metode pemurtadan  masyarkat Minang Kabau di Sumatera Barat.
2.    Mengungkapkan antisipasi metode pemurtadan masyarkat Minang Kabau di Sumatera Barat.
B.     METODE
  Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, yang bersifat online research. Penelitian ini membedah jurnal dan artikel tentang pemurtadan di Indonesia terutama Minang Kabau, Sumatera Barat. Penulis memilih Provinsi Sumatera Barat sebagai lokasi permasalahan penelitian dalam metode pemurtadan terhadap masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat karena beberapa alasan: Provinsi Sumatera Barat terkenal dengan falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ bersandi Kitabullah, Provinsi Sumatera Barat, daerah yang beradat dan adat hanya mengakui Islam sebagai sebagai satu-satunya agama orang Minang Kabau, Sumatera Barat merupakan lumbungnya para ulama dan nagari berbasis surau serta maraknya kasus-kasus perzinaan dan bocor/beredarnya misi pemurtadan misionaris di Minang Kabau yang terkenal dengan slogan: PROYEK ANDALAS dan LIPPO group.
Data yang didapat berupa informasi dan dokumentasi melalui jurnal, artikel, blog, situs, books oneline, buku dan segala sumber yang terkait dengan kasus-kasus pemurtadan. Data tentang Kasus-kasus pemurtadan di Minang Kabau, dibandingkan dengan gejala dan fenomena yang terjadi, dianalisa, dibandingkan dari segi metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumbar dan metode antisipasinya.

C.    HASIL DAN PEMBAHASAN
Setiap program dan proyek yang diluncurkan oleh misionaris ataupun pihak-pihak yang akan memurtadkan umat Islam tidak terlepas dari metode yang mereka gunakan hampir sama untuk semua tempat . Program kristenisasi di Sumatera Barat mereka juluki dengan PROYEK ANDALAS.
1.    Metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat
Pengacauan pemikiran (ghozwul fikri), pengertian Ghazwul Fikri (GF) secara bahasa ghazwul fikri terdiri dari dua suku kata yaitu Ghazwah dan Fikr. Ghazwah berarti serangan, serbuan atau invansi. Sedangkan Fikr berarti pemikiran. Jadi, menurut bahasa Ghazwul Fikri adalah: serangan atau serbuan didalam qital (perang) atau Ghazwul Fikri secara bahasa diartikan sebagai invansi pemikiran. Secara istilah, Ghazwul Fikri adalah: penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat islam guna merubah apa yang ada didalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal yang benar karena telah tercampur aduk dengan hal-hal yang tidak islami.
Makna invansi/serangan pemikiran atau dalam bahasa arab dinamakan ghazwul fikri dan dalam bahasa inggris disebut dengan brain washing, thought control, menticide merupakan istilah yang menunjukkan kepada suatu program yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur oleh musuh-musuh islam untuk melakukan pendangkalan pemikiran dan cuci otak kepada kaum muslimin. Hal ini mereka lakukan agar kaum muslimin tunduk dan mengikuti cara hidup mereka sehingga melanggengkan kepentingan mereka untuk menjajah/mengeksploitasi sumber daya milik kaum muslimin.
Bidang-bidang yang menjadi target sasaran adalah: Pendidikan, pendidikan adalah aspek penting yang menentukan maju atau mundurnya suatu bangsa. Oleh sebab itu, bidang pendidikan merupakan target utama dari ghazwul fikri. Ghazwul fikri yang dilakukan dibidang pendidikan, diantaranya dengan membuat sedikitnya porsi pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (hanya 2 jam sepekan).
Hal ini berdampak fatal pada fondasi agama yang dimiliki oleh para siswa. Dengan lemahnya basis agama mereka, maka terjadilah tawuran, seks bebas pelajar yang meningkatkan AIDS, penyalahgunaan narkoba, vandalism, dan sebagaimananya. Ini adalah dampak jangka pendek. Sedangkan dampak jangka panjangnya lebih berbahaya, yaitu rendahnya kualitas pemahaman agama para calon pemimpin bangsa dimasa depan.Ghazwul fikri lainnya dibidang ini adalah pada teknis belajarnya yang campur baur antara pria dan wanita yang jelas tidak sesuai dan banyak menimbulkan pelanggaran terhadap syariat.
Sejarah, sejarah yang diajarkan perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan semangat Islam. Materi tentang sejarah dunia dan ilmu pengetahuan telah ghazwul fikri habis-habisan sehingga hampir tidak ditemui sama sekali pemaparan tentang sejarah para ilmuan Islam dan sumbangannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Dalam sejarah yang dibahas hanyalah ilmuan kafir yang pada akhirnya membuat generasi muda menjadi silau dengan tokoh-tokoh kafir dan minder terhadap sejarahnya sendiri. Ketika berbicara tentang sejarah Islam, di benak mereka hanyalah terbayang sejarah peperangan dengan pedang dan darah sebagaimana yang selalu digambarkan dalam kaca mata barat. Hal ini lebih diperparah dengan sejarah nasional dan penamaan perguruan tinggi, gedung–gedung, perlambangan, penghargaan dan pusat ilmu lainnya dengan bahasa Hindu Sanksekerta, sehinga semakin hilanglah mutiara kegemilangan islam dihati para generasi muda.
Ekonomi, Ghazwul fikri (GF) yang terjadi dibidang ekonomi adalah konsekuensi dari motto ekonomi yaitu, mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Ketika motto ini ditelan habis-habisan tanpa dilakukan filterisasi, maka tidak lagi memperhatikan halal atau haram, yang penting adalah bagaimana supaya untung sebesar-besarnya. Hal lain yang perlu dicermati dalam system ekonomi kapitalisme, yaitu monopoli, riba dan pemihakan elit kepada para konglomerat.
Monopoli sudah tidak perlu dibahas lagi, cukup jika dikatakan bahwa Amerika Serikat sendiri telah diberlakukan UU anti-trust (bagaimana di Indonesia?). Tentang riba dan haramnya bunga bank rasanya bukan pada tempatnya jika dibahas disini, cukup dikatakan bahwa munculnya dan berkembangnya bank tanpa bunga (bagi hasil), fatwa MUI, fatwa Universita Al Azhar Mesir, kesepakatan para ulama islam dunia membuktikan bahaya bunga bank dan haramnya dalam islam. Tentang keberpihakan kepada para konglomerat, semoga dengan perkembangan era reformasi saat ini dapat diperbaiki.
Ilmu Alam dan Sosial, pada bidang ilmu-ilmu alam, ghazwul fikri terbesar yang dilakukan adalah dengan dilakukannya sekularisasi antara ilmu pengetahuan dengan ilmu agama. Bahaya lainnya adalah penisbatan teori-teori ilmu pengetahuan kepada para ilmuan tanpa mengembalikannya kepada sang pemberi dan pemilik ilmu, sehingga mengakibatkan kekaguman dan pujian hanya berhenti pada diri para ilmuwan dan tidak bermuara kepada Allah SWT.
Hal lain adalah berkembangnya berbagai teori-teori sesaat yang sebenarnya belum diterima secara ilmiah, tetapi disebarkan secara besar-besaran oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menimbulkan keraguan pada agama. Misalnya, teori tentang asal usul makhluk hidup (the origins of species) dari Darwin (yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari penemuan Herbert Spencer) yang sebenarnya masih ada the missing link yang belum dapat menghubungkan antara manusia dank era, tapi sudah “ diindoktrinasikan “ kemana-mana. Atau, teori Libido seksualnya Freud, yang menyatakan bahwa jika manusia tidak dibebaskan sebebas-bebasnya keinginan seksualnya akan mengakibatkan terjadinya gangguan kejiwaan. Teori ini sudah dibantah secara ilmiah dan pencetusnya sendiri (Freud) yang terus menggembar-gemborkan kebebasan seksual, ternyata mati karena menderita penyakit kejiwaan (psikopath).
Bahasa, Ghazwul fikri dibidang bahasa adalah dengan tidak diajarkannya bahasa Al-Qur’an di sekolah-sekolah karena menganggapnya tidak perlu. Hal yang nampaknya remeh ini sebenarnya sanagt besar akibatnya dan menjadi bencana bagi kaum muslimin Indonesia secara umum. Dengan tidak memahami Al-Qur’an, mayoritas kaum muslimin menjadi tidak mengerti apa kandungan Al-Qur’an, seperti firman Allah dalam surah Al Baqarah:78 artinya:
 “ Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga “.

Akibatnya, Al-Qur’an menjadi sekedar bacaan tanpa arti (Al – Qur’an hanya dinikmati iramanya seperti layaknya lagu-lagu dan nyayian belaka, yang akhirnya ditinggalkan seperti yang disebutkan dalam surah Al Furqaan:30 yang
artinya:
 “ Berkata Rasul : Ya tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al – Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan “

                  dan surah Al Furqaan:31 yang artinya:

 “ Dan seperti itulah, setelah kami adakan bagi tiap – tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.“)

Dampak lain dari kebodohan terhadap bahasa Al-Qur’an adalah terputusnya hubungan kaum muslimin dengan perbendaharaan ilmu-ilmu keislaman yang telah disusun dan dibukukan selama hampir 1000 tahun oleh para pakar dan ilmuwan islam terdahulu yang jumlahnya mencapai jutaan judul buku, mencakup bidang-bidang akidah, tafsir, hadist, fiqih, sirah, tarikh, ulumul qur’an, tazkiyyah dan sebagainya.
Hukum, Ghazwul fikri pada aspek hukum adalah penggunaan acuan hukum warisan kolonial yang masih dipertahankan sebagai hukum yang berlaku, reduksi, dan penghapusan hukum Allah SWT dan RasulNya. Rasa takut dan alergi terhadap segala yang berbau syariat Islam merupakan keberhasilan ghazwul fikri dibidang ini. Penggambaran potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina selalu ditonjolkan saat pembicaraan tentang kemungkinan adopsi terhadap beberapa hukum islam. Mereka melupakan bahwa hukum Islam berpihak (melindungi) korban kejahatan, sehingga hukuman keras dijatuhkan kepada pelaku kejahatan agar perbuatannya tidak terulang dan orang lain takut untuk berbuat yang sama.
Sebaliknya, hukum barat berpihak (melindungi) pelaku kejahatan, sehingga dengan hukuman tersebut memungkinkannya untuk mengulang lagi kejahatannya karena ringannya hukuman tersebut. Laporan menunjukkan bahwa tingkat perkosaan yang terjadi di Kanada selama sehari sama dengan kejahatan yang sama di Kuwait selama 12 tahun, bahkan pooling yang dilakukan di masyarakat Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1 dari 3 masyarakat Amerika Serikat menyetujui dijatuhkannya hukuman mati untuk pemerkosa.
Pengiriman pelajar dan mahasiswa ke Luar Negeri, Ghazwul fikri dibidang ini terjadi dalam dua aspek, yaitu : Brain drain dan Brain Washing. Brain drain adalah: pelarian para intelektual dari negara-negara Islam ke negara-negara maju karena insentif yang lebih besar dan fasilitas hidup yang lebih mewah bagi para pekerja disana. Hal ini menyebabkan lambatnya pembangunan di negara-negara Islam dan semakin cepatnya kemajuan di negara-negara barat.
Data penelitian tahun 1996 menyebutkan bahwa perbandingan SDM bergelar doctor (S3) di Indonesia baru 60/sejuta penduduk, di Amerika Serikat dan Eropa antara 2500 – 3000 orang per sejuta, dan di Israel mencapai 16.000 per sejuta penduduk. Sementara brain washing (cuci-otak) dialami oleh para intelektual yang sebagian besar berangkat ke negara-negara barat tanpa dibekali dengan dasar-dasar keislaman yang cukup. Parahnya lagia mahasiswa Perguruan Tinggi Islam yang menuntut ilmu aqidah ke barat, akibatnya, mereka pulang dengan membawa aqidah, pola pikir dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Bahkan secara sadar atau tidak, mereka ikut andil dalam membantu melanggengkan kepentingan barat dan menghancurkan ajaran Islam di negara mereka.
Media massa, ghazwul fikri yang terjadi dalam media massa, maka dapat dipilah pada aspek-aspek sebagai berikut : Aspek kehadirannya: terjadinya perubahan penjadwalan kegiatan sehari-hari dalam keluarga muslim, missal TV. Dulu selepas maghrib, anak-anak biasanya mengaji dan belajar agama. Sekarang, selepas maghrib anak-anak menonton acara-acara TV yang kebanyakan merusak dan tidak bermanfaat. Sementara bagi para remaja dan orang tua dibandingkan dating ke pengajian dan majlis-majlis taklim, mereka lebih senang menghabiskan waktunya dengan menonton TV.
Aspek isinya, berbicara mengenai isi yang ditampilkan oleh media massa yang merupakan produk ghazwul fikri di antaranya adalah mengenai penokohan atau orang-orang yang diidolakan. Media massa yang ada tidak berusaha ikut mendidik bangsa dan masyarakat dengan menokohkan para ulama, ilmuwan, dan orang-orang yang dapat mendorong membangun bangsa agar mencapai kemajuan IMTAK dan IPTEK sebagaimana yang digembar-gemborkan. Tetapi sebaliknya, justru tokoh yang terus menerus diekspos dan ditampilkan adalah para selebriti yang menjalankan gaya hidup borjuis, menghambur-hamburkan uang (tabdzir), jauh dari memiliki IPTEK apalagi nilai-nilai agama.
Sasaran dari ghazwul fikri adalah: Agar kaum muslimin menjadi condong sedikit terhadap gaya, perilaku dan pola pikir barat, seperti dalam Q.S. Al Israa:73 yang artinya:
 Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami, dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.  

Q.S. Al Israa:74 yang artinya:

 Dan kalau kami tidak memperkuatkan (hati)mu, niscaya kamu hampir condong sedikit kepada mereka.” 

Q.S. Al Israa:75 yang artinya:

 Kalau terjadi demikian, benar-benarlah kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat-lipat ganda didunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami.”

dan Q.S.Al Israa:76 yang artinya:

 “Dan sesungguhnya benar – benar mereka hamper membuatmu gelisah di negeri (mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal sebentar saja.”

Setelah kaum muslimin condong sedikit, tahapan selanjutnya adalah agar kaum muslimin mengikuti sebagian dari gaya, perilaku dan pola pikir mereka. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S.Ad Dukhan:25 yang artinya:
 “ Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan.” Dan Q.S.Ad Dukhan:26 yang artinya:
 “ Dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah.”
Pada tahap ini diharapkan kaum muslimin beriman pada sebagiannya ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW, tetapi kafir terhadap sebagian yang lainnya. Sebagaimana dalam Q.S.Al Baqarah:85yang artinya:
 “ Kemudian kamu (bani israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan dari pada kamu dari kampong halaman. Kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan tetapi jika mereka dating kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka. Padahal mengusir itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman pada sebagian Al Kitab(taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”

Pada tahap akhir, mereka menginginkan agar generasi kaum muslimin mengikuti syahwat dan meninggalkan shalat. Sebagaimana dalam Q.S.Maryam:59 yang artinya:
 “ Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, maka mereka akan menemui kesesatan.”

Penyebaran paham sekuler, liberalis, modernisasi dan pluralisme agama. Nama "Islam liberal" menggambarkan prinsip-prinsip yang kami anut, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. "Liberal" di sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Mereka (kalangan sesat itu) percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Kami memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu "liberal". Untuk mewujudkan Islam Liberal, kami membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).
Tujuan utama JIL adalah: menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu mereka memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal. Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang kami anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak. Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat. Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.
Daftar 50 TOKOH JIL INDONESIA, Para Pelopor: Abdul Mukti Ali, Abdurrahman Wahid, Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Harun Nasution, M. Dawam Raharjo, Munawir Sjadzali, Nurcholish Madjid, Para Senior: Abdul Munir Mulkhan, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Alwi Abdurrahman Shihab, Azyumardi Azra, Goenawan Mohammad, Jalaluddin Rahmat, Kautsar Azhari Noer, Komaruddin Hidayat, M. Amin Abdullah, M. Syafi’i Anwar, Masdar F. Mas’udi, Moeslim Abdurrahman, Nasaruddin Umar, Said Aqiel Siradj, Zainun Kamal
Para Penerus “Perjuangan” JIL: Abd A’la, Abdul Moqsith Ghazali, Ahmad Fuad Fanani, Ahmad Gaus AF, Ahmad Sahal, Bahtiar Effendy, Budhy Munawar-Rahman, Denny JA, Fathimah Usman, Hamid Basyaib, Husein Muhammad, Ihsan Ali Fauzi, M. Jadul Maula, M. Luthfie Assyaukanie, Muhammad Ali, Mun’im A. Sirry, Nong Darol Mahmada, Rizal Malarangeng, Saiful Mujani, Siti Musdah Mulia, Sukidi, Sumanto al-Qurthuby, Syamsu Rizal Panggabean, Taufik Adnan Amal, Ulil Abshar-Abdalla, Zuhairi Misrawi, Zuly Qodir dan lain-lainnya.  
"Dukungan" Tokoh Muslim Liberal   Proyek kristenisasi ternyata mendapat `dukungan' dari beberapa orang yang sering disebut cendekiawan Muslim. Tokoh-tokoh ini memperkenalkan paham liberalisme dan pluralisme yang kerap mengusung slogan `membangun dunia baru', dengan penyatuan agama dan melepaskan fanatisme agama. Salah satunya adalah Prof DR Said Agil Siradj, MA.
Gagasan pluralnya antara lain tampak dalam pengantar buku Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam. Buku ini dikarang oleh Bambang Noorsena, pendiri Kanisah Ortodoks Syiria (KOS) di Indonesia.  Di situ Said Agil menulis bahwa KOS tidak berbeda dengan Islam. Secara al-rububiyyah, KOS mengakui bahwa Allah adalah Tuhan sekalian alam yang harus disembah. Secara al'uluhiyyah, telah mengikrarkan Laa ilaha ilallah (Tiada Ilah selain Allah) sebagai ungkapan ketauhidannya. Jadi dari tauhid sifat dan asma Allah secara substansial tidak jauh berbeda dengan Islam.
Perbedaannya, menurut Said Agil, hanya sedikit. Jika dalam Islam (Sunni) kalam Tuhan yang Qadim itu turun kepada manusia (melalui Muhammad) dalam bentuk Al-Quran, maka dalam KOS kalam Tuhan turun menjelma (tajassud) dengan Ruh al-Quddus dan perawan Maryam menjadi Manusia (Yesus). Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk dalam teologi Islam. "Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk penghancuran aqidah," timpal Abu Deedat.  
Tokoh lainnya adalah DR Nurcholis Madjid. Dalam buku Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman, Cak Nur menjelaskan bahwa pengikut Isa Almasih menyebut kitab Injil sebagai Perjanjian Baru berdampingan dengan kitab Taurat yang mereka sebut sebagai Perjanjian Lama. Kaum Yahudi tidak mengakui Isa Almasih dengan kitab Injil-nya, menolak ide Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru itu, namun Al-Quran mengakui keabsahan keduanya sekaligus.
Dengan nada agak tinggi, Abu Deedat menyebut pendapat Cak Nur itu sebagai upaya pendangkalan aqidah. "Para pengikut Nabi Isa as (kaum Hawariyun) tidak pernah menyebut Injil sebagai kitab Perjanjian Baru. Nabi Isa sendiri tidak pernah menerima atau mengetahui kitab Perjanjian Baru karena Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa bukanlah Perjanjian Baru yang isinya kebanyakan surat-surat Paulus yang sangat bertentangan dengan ajaran Nabi Isa itu sendiri," katanya.   Selain kedua tokoh di atas, Abu Deedat juga memasukkan Alwi Shihab sebagai tokoh pluralis.
Sementara Adian Husaini dalam Islam Liberal menunjuk beberapa nama seperti dosen-dosen Universitas Paramadina (Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar Rahman, Luthfi As-Syaukanie), dosen UIN Syarif Hidayatullah (Azyumardi Azra, Muhammad Ali, Nasaruddin Umar), dan beberapa nama lain yang menjadi kontributor Jaringan Islam Liberal.
Menurut Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan antarumat Beragama MUI, melalui pluralisme, ummat Islam diprovokasi agar melapaskan aqidahnya. Tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk mengakui bahwa agama Kristen juga benar. "Teologi pluralis sebenarnya adalah pembuka pintu bagi misi Kristen dan sejalan dengan imbauan Paus Yohanes Paulus II agar misi Kristen terus dijalankan," ujarnya.   Kaum Kristen juga tak segan-segan "menyerang" tokoh-tokoh Muslim yang dikenal sebagai pejuang tegaknya syariat Islam.
Yerikho 2000 dan Doa 2002   Misi Kristen di Indonesia didukung oleh kekuatan dana yang sangat besar, di antaranya melibatkan konglomerat keturunan Cina, James T Riady (bos Grup Lippo). Seperti terungkap di majalah Fortune (16 Juli 2001), James berencana membangun seribu sekolah di desa-desa miskin di Indonesia. James bekerjasama dengan Pat Robinson (misionaris dunia) juga akan mendirikan organisasi jaringan umat Kristiani.  Hebatnya, ummat Islam secara tidak sadar turut mendukung cita-cita besar James T Riady. Antara lain dengan menjadi nasabah Bank Lippo, belanja di Mal Lippo, membeli rumah di Lippo Karawaci dan Cikarang, berobat ke RS Siloam, pelanggan Lippo Shop, Link Net, Lippo Star, Kabel Vision, dan Asuransi Lippo.
Indonesia memang akan dijadikan pusat perkembangan Kristen di Asia Pasifik. Demikian kata Pdt George Anatorae dari The Lord Familly Church Singapore dalam seminar kerjasama Global Mission Singapore dan Galilea Ministry Indonesia, di Hotel Shangrila Jakarta (9-12 Juni 1998). Sejauh mana keberhasilan program itu, perlu diteliti lebih lanjut. Yang pasti, data tahun 1999 menunjukkan jumlah umat Islam di Indonesia anjlok dari 90% menjadi 75% (Siar No 43, 18-24 November 1999).  
Keberhasilan itu berkat kerja keras 38 agen kristenisasi, 1573 misionaris pribumi, 62 misionaris asing, dan 421 misionaris lintas kultural (data dari Operation World 2001 yang dihimpun India Missions Association, Japan Evangelical Assocation, dan Korea Research Institute for Missions).   Salah satu lembaga yang gencar melaksanakan kristenisasi adalah Doulos World Mission (DWM). Saat ini DWM sedang melaksanakan Proyek Yerikho 2000, yaitu program pengkristenan wilayah Jawa Barat, dengan sentra kegiatan digerakkan di kawasan pinggiran Jakarta.   Proyek ini bertujuan "mewujudkan Kerajaan Allah di bumi Parahyangan menyongsong abad XXI".
Menurut Hendrik Kraemer, peneliti dan penginjil dari Belanda, Jawa Barat adalah wilayah "paling gelap" di Indonesia dan sangat tertutup bagi Injil. Karena itu aktivis DWM bertekad, "Kita harus merebut tanah Pasundan bagi Kristus."   Yerikho 2000 juga digerakkan di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pusat kegiatan DWM berada di kawasan Rawamangun (Jakarta Timur) dan Tangerang (Banten).
Pemurtadan dengan meniru dan memakai idiom atau atribut Islam, metode ini tidak asing lagi di beberapa daerah seperti: Yogyakarta, Jakarta, Minang, Sunda dan lainnya. Tujuannya: agar kaum muslimin meragukan ajaran Islam dan mau mengakui kebenaran doktrin Kristen. Di Kampung Sawah misalnya orang-orang Kristen sudah terbiasa memakai atribut Betawi yang identik dengan Islam. Laki-lakinya mengenakan kopiah dan sarung seperti orang Betawi saat menjalankan shalat. Begitu juga yang perempuan, memakai kerudung mirip none betawi habis pulang ngaji. Lain lagi di daerah jawa tengah, mereka meniru adat kebiasan Islam seperti tahlilan, mengucapkan assalamu’alaikum, pakai kopiah dan lainnya.
Dengan memakai idiom-idiom keislaman dalam tata cara peribadatan serta menerbitkan buku-buku dan brosur (leaflet) berwajah Islam, tapi isinya
memutarbalikan ayat-ayat Al Our’an dan Hadits, untuk mendangkalkan akidah.
Dipermainkannya ayat-ayat ilahi untuk meleceh Islam demi untuk menjunjung
tinggi kekristenan. Tujuan akhirnya, agar kaum muslimin meragukan ajaran
Islam lalu pindah ke Kristen. Dengan Gerakan pemurtadan kristiani yang dikemas dalam wajah Islam, persoalan dakwah Islamiyah semakin berat. Agresivitas misi Kristen sudah memasuki tingkat berbahaya. Kaum awam sulit membedakan keislaman dan kekristenan, sehingga mudah dikaburkan akidah nya.
Bentuk-bentut Kristenisasi yang dikemas dalam wajah Islam, antara lain:
Dengan meniru kebiasaan umat Islam dalam bangunan dan tata cara ritual. GPIB Padang memakai lambang-lambang Minang dalam bangunan Gereja untuk merayu orang Minang agar tertarik kepada Kristen. Di beberapa desa di Yogyakarta, misi Kristen meniru adat kebiasaan umat Islam, seperti tahlilan, pakai kopiah yang biasa dipakai oleh umat Islam, mengucapkan salam `Assalamu’alaikum’.
Shalat 7 waktu dengan pakai peci, sajadah, tiwalul Injil dan qasidah versi Kristen yang dilakukan oleh Kristen sekte Ortodox Syria. Buku-buku yang diterbitkan antara lain. Kitabus Sholawat as Sab’u, Almasih Juru Selamatku, Muslim Sahabatku, La ilaha illal lahu, Tauhid dalam perspektif
Gereja Ortodox Syiria.
Ada dua target yang ingin dicapai oleh missi dengan penerbitan buku-buku berwajah Islam. Pertama, target ke dalam, untuk memantapkan ajaran Kristen. Seolah-olah ajaran Kristenlah yang paling benar. Kedua, target ke luar, untuk mengelabuhi umat Islam yang masih dangkal pemahamannya, agar mau membaca lalu meyakini doktrin agama Kristan. Ini sangat ditekankan mereka, sebab mereka melihat bahwa umat Islam awam tidak sudi membaca buku-buku yang berwajah Kristen.
Pemalsuan, pemalsuan dalam metode yang mereka lakukan sangat efektif untuk mengecoh dan menipu umat Islam. Ada yang memalsukan Al-Quran, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kiai ternama. Ada pula tokoh Muslim yang "mendukung" kristenisasi. Menurut kristolog Abu Deedat Shihab, kaum misionaris dan zending perlu menempuh berbagai macam cara karena selama ini merasa gagal. Kini, kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan ummat Islam dari agama, baru kemudian memurtadkannya.
Pada Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, "Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.
Plesetan Al-Quran, Al-Quran, sebagai tuntunan hidup ummat Islam, kini dimanfaatkan sebagai sarana kristenisasi. Tentu saja bukan Al-Quran sungguhan, tapi palsu. Salah satunya adalah The True Furqan, yang sempat beredar di internet dan menggegerkan publik Jawa Timur, awal Mei lalu. Dalam Al-Quran buatan Evangelis (Ev) Anis Shorrosh itu, ada surat bernama Al-Iman, At-Tajassud, Al-Muslimun, dan Al-Washaya yang isinya memuji-muji Yesus.
Selain ada Al-Quran palsu, juga bertebaran buku-buku plesetan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits. "Cara ini yang sekarang paling banyak terjadi. Pemberian Supermie atau bantuan uang sudah tidak manjur lagi," tutur Abu Deedat.  Kenapa cara itu ditempuh? Dalam wawancara dengan majalah Jemaat Indonesia (edisi 4 Juni 2001), Pdt R Muhamad Nurdin Muslim murtad, menyebut trik itu sebagai cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. "Saya membuat buku agar dibaca umat Kristen, kemudian disalurkan kepada umat beragama lain. Saya tulis untuk kalangan sendiri, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian bagi orang Yahudi aku seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang Yahudi. Itu cara yang hati-hati dalam merebut hati kaum Muslimin. Jangan sampai ada vonis mati seperti untuk Suradi dan Poernama," ujarnya. Dua nama terakhir adalah pendeta yang divonis mati oleh Forum Ulama Ummat (FUU) Bandung karena menghina agama Islam.  
Selain buku, juga bermunculan brosur atau pamflet sejenis lembar Jumat. Judul yang dipilih pun seolah-olah Islami. Misalnya "Allahu Akbar Maulid Nabi Isa as", "Kesaksian Al-Quran tentang Keabsahan Taurat dan Injil", dan "Siapakah yang Bernama Allah itu?" Bertebaran pula stiker kaligrafi Arab yang isinya pujian kepada Yesus.   Buku dan brosur itu diterbitkan oleh Yayasan Jalan Al-Rachmat, Yayasan Christian Center Nehemia Jakarta, Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah (YPPA), Dakwah Ukhuwah, dan Iman Taat kepada Shiraathal Mustaqiim.  
Anak-anak sekolah juga menjadi sasaran empuk. Siti Muflikhah, santri Pesantren At-Taqwa Bekasi, pernah mendapat surat berisi komik anak-anak dari sebuah lembaga yang menamakan diri Klab17. Di bagian awal, komik itu berisi cerita keseharian anak-anak. Namun di bagian akhir ada pernyataan, "Saya percaya akan Engkau, Yesus sebagai juru selamat sayaCara yang cukup sulit diidentifikasi adalah tipu daya dengan meniru adat atau kebiasaan komunitas Muslim. Di Cirebon, ada kelompok qasidah yang menyanyikan puji-pujian kepada Yesus.
Hal serupa juga dilakukan jemaat Kanisah (Kristen) Ortodoks Syiria (KOS) yang menyelenggarakan tilawatul Injil, memakai peci, ibadahnya mengamalkan shalat 7 waktu, memakai sajadah, dan mendendangkan qasidah. Duta-duta Injil (begitu kalangan Kristen menyebutnya) juga berani mengaku sebagai mantan ustadz, bertitel haji atau hajjah, atau anak kiai terkenal. Pengakuan-pengakuan seperti itu direkam dalam kaset dan diedarkan di tengah masyarakat.
Di Cirebon, murtadin Ev Danu Kholil Dinata alias Theofilus Daniel alias Amin Al-Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam di STAI Cirebon. Ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian itu palsu.   Ada lagi Ev Hj Christina Fatimah alias Tin Rustini alias Sutini alias Bu Nonot, pemberita Injil dengan memperalat Al-Quran di Gereja Bethel Pasir Koja, Bandung. Mengaku pernah berkali-kali menunaikan ibadah haji. Menurut penuturan Sumarsono, mantan suaminya, Sutini tidak pernah belajar di pesantren. Selama berkeluarga tidak pernah shalat. Memang dia pernah pergi ke Arab Saudi, bukan untuk ibadah haji tetapi menjadi TKW.  
Banyak lagi kaset-kaset yang berisi rekaman kesaksian palsu, misalnya kesaksian HA Poernama Winangun alias H Amos, Pdt R Muhamad Nurdin, Pdt M Mathius, Pdt Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F Intan Duana, dan Ev Paulus Marsudi. Sekolah dan Tawaran Kerja   Biaya sekolah yang kian mahal juga dimanfaatkan untuk menjerumuskan kaum Muslimin. Mereka mendirikan sekolah (yang seolah-olah) Islam, seperti Institut Teologi Kalimatullah Jakarta yang dikelola Yayasan Misi Global Kalimatullah. Juga ada Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos Jakarta, yang mempunyai kurikulum Islamologi bermuatan 40 sks.  
Lapangan kerja juga menjadi lahan subur. Ini misalnya dilakukan pasangan misionaris Robert Antony Adam dan Traccy Carffer di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Warga Amerika Serikat yang terang-terangan mengaku utusan Yesus itu berhasil memurtadkan 123 orang Minang, dengan bekal jabatan konsultan kehutanan Global Partners Forestry Unit (GPFU).
Robert-Traccy yang masuk Pesisir Selatan sejak Desember tahun silam, menawarkan rekayasa teknologi tepat guna pemberdayaan jati emas, pala super, dan kapas transgenik. Robert lantas menjual bibit jati mas, pala, dan kapas dengan harga 50% lebih murah daripada harga pasaran. Kalau mau dapat gratisan, bisa saja. "Asal masuk Kristen," ujar Masrizal, aktivis dakwah di Pesisir Selatan. Banyak warga yang tergiur dan akhirnya menjual keyakinan karena terobsesi keuntungan jutaan rupiah. Untung misionaris ini segera dideportasi karena pelanggaran visa, pertengahan bulan lalu.  
Puluhan Organisasi masyarakat (Ormas) Islam, bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM) Sumatera Barat, Paga Nagari Sumatera Barat, Tetua Adat, Libas Sumatera Barat pertengahan Mei dan Juni lalu berkumpul untuk menandatangani kesepakatan bersama dan memberikan pernyataan sikap menolak perihal mega proyek Lippo Grup milik James T. Riady di Jalan Khatib Sulaiman, Padang.
Mega proyek tersebut terdiri dari Rumah Sakit Internasional Siloam, Sekolah Padang Harapan, Hotel Aryaduta dan pusat perbelanjaan. Mega proyek inilah yang disebut dengan Super Block Siloam. Tentu, proyek sebesar itu bukan proyek main-main, karena akan menghabiskan dana senilai 1,3 triliun Rupiah.
Mantan anggota DPD RI periode 2004-2009, Dr. Mochtar Naim, sampai harus menyurati Ketua DPD RI perwakilan Sumatera Barat, Irman Gusman, Walikota (Wako) Padang Fauzi Bahar dan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno. Dengan bahasa yang diplomatis, Mochtar menyatakan sikap penolakan dan keberatannya akan pembangunan Lippo Grup yang dibangun di atas tanah milik pemerintah seluas 1,5 hektar. Ia juga menyayangkan sikap Fauzi Bahar yang tidak berkonsultasi dan meminta persetujuan kepada DPRD terlebih dulu:
Hari Jumat kemarin saya sengaja mampir di DPRD Kota Padang, untuk menanyakan apakah DPRD Kota Padang selaku unsur legislatif dari pemerintahan kota ada diajak dan dibawa serta oleh Wako Padang yang kebetulan adalah Sdr sendiri. Ternyata apa yang saya baca di koran Haluan itu memang benar. Sdr selaku Wako Padang dalam memberikan izin kepada pendirian kompleks Lippo Group itu tidak berkonsultasi dan meminta persetujuan kepada DPRD kota Padang terlebih dahulu, untuk proyek sebesar itu dan dengan dampaknya yang juga akan cukup besar. Tambah lagi dengan kenyataan, seperti diberitakan dalam koran Haluan itu, kawasan Jalan Khatib Sulaiman itu telah dinyatakan sebelumnya sebagai kawasan khusus untuk bangunan pemerintahan. Sekarang Sdr sebagai Wako melanggarnya dengan memberikan izin kepada Lippo Group membangun di kawasan terlarang untuk usaha swasta itu tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak legislatif pemerintahan kota”.

Karenanya tidak heran, jika PII (Pelajar Islam Indonesia), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Sumatera Barat dan Keluarga Besar Mahasiswa Minangkabau (KBMM) juga ikut mengeluarkan pernyataan sikap serupa. KBMM, melalui Ketua Umumnya, Efri Yunaidi, dalam rilis berita yang mereka kirimkan, menuntut empat hal, salah satunya dengan mendesak pemerintah daerah untuk membentuk dewan penasehat investasi daerah yang berisikan Tungku nan tigo sajarangan (yang terdiri dari Ulama, Penghulu dan Cadiak Pandai/Cendekiawan) sebagaimana yang telah ada sejak dulu di Ranah Minang, agar tidak bertabrakan dengan kearifan lokal dan menghentikan segala rencana pembangunan Rumah Sakit Siloam dan turunannya di Ranah Minang.
Kasus serupa terjadi di Bekasi. Bulan April lalu terbongkar praktik kristenisasi berbungkus lapangan kerja. Sekitar 50 orang Muslim asal Gorontalo dibawa ke Bekasi dengan janji akan dipekerjakan dan diberi beasiswa oleh Yayasan Dian Kaki Emas. "Tapi setelah sampai di sini, mereka dididik dan dipaksa pindah agama Kristen oleh Pendeta Edi Sapto," ungkap Hamdi, Ketua Divisi Khusus Forum Bersama Ummat Islam, dalam acara konferensi pers di Masjid Al Azhar, Klender Jakarta Timur.    Warga Muslim itu disekap, didoktrin ajaran Kristen, disuruh ikut kebaktian, dan dilarang shalat. Mereka juga diwajibkan memelihara babi-babi yang ada di kompleks yang berdiri di atas tanah seluas 5 hektar itu. Akhirnya kompleks kristenisasi terselubung itu digerebeg warga dan aparat.
Program lainnya adalah Doa 2002, yang dilaksanakan sejak tanggal 19 Oktober 2001 sampai 6 Desember 2002. Secara khusus program ini menyebut beberapa komunitas Muslim sebagai objek kristenisasi. Di antaranya adalah suku Kaili Ledo (Sulawesi Tengah), Melayu Riau, Betawi, Aceh, Melayu Kalimantan, Tenggarong Kutai, Bima, Maluku, Banda, dan Papua. Rencana program Doa 2002 tertuang dalam buku 40 Hari Doa Bangsa-Bangsa yang telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa di dunia.  
Muslim Betawi misalnya, harus didoakan oleh segenap orang Kristen pada tanggal 9 November 2001 lalu. Itu perlu dilakukan agar hati Bapa mengasihi dan merindukan orang Betawi. Selain itu, agar Bapa mengutus duta-duta kerajaan-Nya untuk mengembangkan pelayanan kesenian Betawi, literatur, dan radio dalam bahasa Betawi. Juga, agar Tuhan mencurahkan kuasa-Nya dan mengubah kehidupan orang-orang yang berpengaruh dalam suku Betawi, baik para penyanyi, penari, tokoh agama, masyarakat, pemuda, dan wanita.
Tahun 1974, GPIB Maranatha Surabaya digegerkan oleh kasus pelecehan agama oleh Pendeta Kernas Abubakar Masyhur Yusuf Roni. Dalam ceramahnya, sang pendeta itu mengaku ngaku sebagai mantan kiyai, alumnus Universitas Islarn Badung dan pernah menjadi juri MTQ Internasional. Dia tafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an secara sangat ngawur. Kaset rekaman ceramah tersebut kemudian diedarkan secara luas kepada umat Islam.
Setelah diusut tuntas, ternyata pengakuan pendeta itu hanyalah bohong belaka Yusuf Roni teryata tidak bisa baca Al-Qur'an. Dengan kebohongannya itu, Pendeta Pembohong Yusuf Roni diganjar penjara 7 tahun di Kalisosok, Surabaya.   Ketika orang sudah banyak melupakan kasus pelecehan Yusuf Roni, di Jakarta muncul pelecehan plus seribu dusta yang baru. Seseorang yang menamakan dirinya Pendeta Hagai Ahmad Maulana mengaku sebagai putra kandung kesayangan KH. Kosim Nurzeha. Ceramahnya di gereja pun beredar luas di kalangan masyarakat. Setelah diselidiki, terkuaklah kebohongan besar pendeta Hagai Ahmad Maulana. Sebab belum pernah istri KH. Kosim Nurzeha melahirkan Ahmad Maulana.  
Di Padang, trik yang sama dipakai untuk menggoyang akidah umat. Seseorang yang menamakan dirinya Pendeta Willy Abdul Wadud Karim Amrullah, namanya menjadi naik daun di dunia pemurtadan Kristenisasi, setelah mangaku adik kandung ulama besar pakar tafsir, Yang Mulia Almarhum Buya Hamka.   Orang awam banyak yang percaya tanpa cek dan ricek. Langsung yakin begitu saja dengan pengakuan bahwa adik kandung Buya Hamka itu sudah murtad ke Kristen.  
Setelah diselidiki, ternyata pengakuan itu adalah kebohongan yang sangat besar. Salah seorang putra Buya Hamka menyatakan bahwa sepanjang hayatnya, dia tidak pernah punya paman yang namanya Willy Abdul Wadud Karim Amarullah.   Di Cirebon, murtadin Danu Kholil Dinata Ev. Danu Kholil Dinata alias Theofilus Daniel alis Amin Al Barokah, mengaku sebagai sarjana agama Islam, yang pindah menjadi pemeluk Kristen setelah mempelajari Nabi Isa versi Islam di STAI Cirebon. Setelah dilacak, ternyata ijazah sarjana yang dipakai untuk kesaksian adalah palsu.  
Para murtadin pembohong lainnya adalah Drs. H. A. Poernomo Winangun alias Drs. H. Amos, Ev Hj. Christina Fatimah alias Tin Rustini (nama asli dikampung Sutini alias Bu Nonot, Pdt. Rudy Muhammad Nurdin, Pdt. M. Mathius, Pdt. Akmal Sani, Niang Dewi Ratu Epon Irma F. Intan Duana Paken Nata Sastranagara (Ev. Ivone Felicia IDp.). Mengaku telah mengkristenkan 60 kiyai Banten.
Pernikahan dan hamilisasi, merupakan metode yang ampuh dalam pemurtadan, makanya Abu Deedat Shihabuddin MH, Ahli Kristologi:   "Kasus Terbanyak, Pemuda Kristen Hamili Gadis Muslimah" Pertengahan bulan lalu, harian Republika menurunkan laporan tentang puluhan sekolah agama di Yogyakarta dan Temanggung yang tidak mau menyelenggarakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) untuk pelajaran agama bagi siswa-siswa beragama lain di sekolah itu. Padahal sudah ada ketentuan hukum yang mengatur hal itu secara tegas yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 2/U/SKB/2001.  
SKB yang ditandatangani oleh Mendiknas, Mendagri dan Menag itu sengaja mereka abaikan. Alasan mereka, mengutip pernyataan sejumlah pejabat Diknas setempat, mereka ingin menjaga kekhasan sebagai sekolah agama. Bahkan beberapa yayasan pengelola sekolah-sekolah tersebut secara tegas menolak SKB itu karena ingin mengemban misi tertentu untuk kepentingan agama mereka (Republika, 12/6). 
Kisah memilukan itu tidak cuma dialami Dewi, tapi juga seorang ibu asal Palu yang datang ke kantor Suara Hidayatullah (Sahid) Surabaya, Juli lalu. Wanita berperawakan sedang ini datang bersama suaminya dengan wajah sembab. Kepada Sahid, ia menceritakan musibah yang menimpa keluarganya. Singkat cerita, sang adik diketahui hamil di luar nikah sesaat sebelum menyelesaikan gelar sarjananya. Yang membuat musibah itu terasa amat berat, pacar sang adik itu ternyata pemuda beragama lain. "Adik saya dihamili oleh pemuda Kristen," ucapnya sembari menyeka linangan air matanya. Padahal, sang adik dikenal sebagai wanita pendiam dan jarang keluar rumah. Selain itu, selama ini, dia dibesarkan dan dididik dalam lingkungan keluarga Muslim yang sangat taat.
Peristiwa memalukan itu memang kemudian bisa dicarikan solusinya. Singkatnya, sang adik akhirnya menikah dengan pacarnya pemuda Kristen dalam upacara Islam. Setelah itu, keduanya pindah kota yang jauh dari keluarga, di Palu. Hanya saja, kepergiannya masih tetap menyisakan luka yang mendalam bagi pihak keluarga. Terutama setelah diketahui bila sang adik telah ikut sang suami menjadi aktifis gereja bersama semua anaknya.   Kisah cinta seperti Dewi dan adik si ibu tadi bukan hal baru di negeri ini. Banyak pemuda dan pemudi pernah mengalami hal serupa. Memiliki teman dekat atau calon suami yang berbeda agama. Ujung-ujungnya, dalam banyak kasus, hubungan keduanya kemudian terhambat karena adanya perbedaan agama. Bagi yang taat pada agama, mereka memutuskan untuk berpisah. Sebagian lagi memilih kompromi, yakni memilih mengikuti salah satu dari agama yang dianut pasangannya. Pada pilihan yang terakhir inilah yang perlu diwaspadai, utamanya para gadis muslimah.
Kejahatan kristenisasi itu, kini dilengkapi dengan kenyataan kristenisasi yang sangat menghina umat Islam, yaitu memperkosa muslimah murid Madrasah Aliyah di Padang yang selanjutnya dimurtadkan. Khairiyah Enisnawati alias Wawah (17 thn) pelajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Gunung Pangilun, Padang, Sumatera Barat adalah salah satu dari 500 orang Minang yang dimurtadkan.
Gadis berjilbab itu diculik, diperkosa dan dipaksa keluar dari agamanya lewat misi rahasia yang dijalankan sekelompok orang Kristen, di rumah Salmon seorang Jemaat Gereja Protestan di Jl. Bagindo Aziz Chan, Padang tempat memaksa Wawah untuk membuka jilbab dan masuk Kristen. Gereja itu dipimpin Pendeta Willy, sedang Salmon adalah jemaat yang juga karyawan PDAM Padang. (lihat Dialog Jumat, 6 Agustus 1999).    
Kristenisasi melalui jalur pemerkosaan gadis-gadis muslimah. Khairiyah Anniswah alias Wawah, siswi MAN Padang, setelah diculik dan dijebak oleh aktivis Kristen, diberi minuman perangsang lalu diperkosa. Setelah tidak berdaya, dia dibaptis dan dikristenkan. Kasus serupa menimpa Linda, siswi SPK Aisyah Padang. Setelah diculik dan disekap oleh komplotan aktivis Kristen, dia diperlakukan secara tidak manusiawi dengan teror kejiwaan supaya murtad ke Kristen danmenyembah Yesus Kristus.
Di Bekasi, modus pemerkosaan dilakukan lebih jahat lagi. Seorang pemuda Kristen berpura-pura masuk Islam lalu menikahi seorang gadis muslimah yang salehah. Setelah menikah, mereka mengadakan hubungan suami isteri. Adegan ranjang yang telah direncanakan, itu foto oleh kawan pemuda Kristen tersebut. Setelah foto dicetak, kepada muslimah tersebut disodorkan dua pilihan: "Tetap Islam atau Pindah ke Kristen?". Kalau tidak pindah ke Kristen, maka foto-foto talanjang muslimah tersebut akan disebarluaskan.
Karena tidak kuat mental, maka dengan hati berontak muslimah tersebut dibaptis dongan sangat-sangat terpaksa sekali, untuk menghindari aib.  Di Cipayung Jakarta Tirnur, seorang gadis muslimah yang taat dan shalehah terpaksa kabur dari rumahnya. Masuk Kristen mengikuti pemuda gereja yang berhasil menjebaknya dengan tindakan pemerkosaan dan obat-obat terlarang.  
2.    Antisipasi Metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat
Jangka pendek: Memperkuat aqidah umat (dalam keluarga, peserta didik TPA/MDA, SDI, MTs/SMPI, dan MA/SMAI, memperkuat/pengkaderan  mubaligh, pembekalan generasi muda, sosialisasi pemurtadan kepada masyarakat, dan kembali ke surau/masjid tempat belajar dan berlatih), Mengidupkan tradisi nasehat-menasehati, Meningkatkan peran pemuka masyarakat dalam mengantisipasi pemurtadan serta Melakukan pengawasan (orang asing, lembaga-lembaga asing, kritis dan pengusiran), Memasang spanduk/baliho di setiap kantor Nagari.
Jangka panjang: Meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat (membuka lapangan pekerjaan, pelatihan wira usaha dan pemberdayaan BAZ), Pembumian adat bersandi syara’, syara’ bersandi kitabullah (meyakinkan masyarakat adat minang sejalan dengan ajaran Islam), Membasmi penyakit masyarakat (pelacuran/zina, minuman keras dan perjudian), dan Mendirikan taman bacaan Islam.
Perkuat Paga Nagari, Nagari adalah: institusi pemerintahan terendah di Minangkabau dan menurut Dr. Mochtar Naim, pusat kegiatan ekonomi, sosial-budaya dan bahkan pemerintah sendiri ada dan terletak di Nagari. Dalam suratnya untuk Gubernur Sumbar, Mochtar juga mengusulkan agar fungsi nagari yang sebenarnya dihidupkan kembali,:
“Kita jadikan Nagari itu sebagai bagian dari negara di tingkat kerakyatan yang bisa mengatur diri sendiri secara otonom, sehingga di Nagari rakyatlah yang mengatur dirinya secara kolegial-komunal bersama-sama di bawah tuntunan Pancasila dan UUD1945 secara nasional di tingkat atas, dan di bawah kepemimpinan TTS : Tungku nan Tigo Sajarangan, Tali nan Tigo Sapilin: Ninik-mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai, serta dilengkapi oleh Bundo Kanduang sebagai Limpapeh Rumah nan Gadang, dan Pemuda sebagai Parik Paga Nagari, di tingkat bawah di Nagari. 
Dalam rangka itu, saya melihat, Nagari mempunyai 4 fungsi utama yang berjalan secara integral terpadu, di atasnya, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi adalah fasilitator dan akselerator, pemudahkan segala urusan. Sendirinya bahagian terbesar dari anggaran negara ada di Nagari, bukan hilang di tangan para pejabat dan pegawai negeri yang makin ke atas makin besar pasak dari tiang. Itu yang dilakukan di Cina, Korea dan Jepang itu, yang kemudian ditiru di Vietnam, Malaysia dan Thailand, yakni mengutamakan kepentingan rakyat, karena rakyatlah sesungguhnya yang punya negara itu”.

Selain itu, pelarangan terhadap upaya Kristenisasi oleh pemerintah dan DPRD dari atas sampai ke nagari-nagari harus dikeluarkan perda yang tegas melarang upaya Kristenisasi lengkap dengan sanksi hukumnya. Khusus di nagari, masing-masing harus mengeluarkan Peraturan Nagari (Perna) yang melarang masuknya upaya  Kristenisasi ke nagari yang bersangkutan.
Yang lebih penting lagi, nagari juga harus mengatur dan membentuk Paga Nagari secara khusus yang fungsinya adalah: bagaimana menjaga dan mengamankan serta memelihara aset, budaya, agama, sumber daya yang ada di nagari. Tenaga-tenaganya direkrut dari pemuda nagarai-nagari bersangkutan. Paga nagari inilah yang bertugas menjaga keamanan dan memagar serta membentengi nagari dari berbagai invasi kristenisasi ke nagarinya. Dalam melaksanakan tugasnya, Paga Nagari tidak hanya bersifat preventif dan represif saja, tetapi bagaimana mereka proaktif dalam menangani segala persoalan yang ada di kampungnya, terutama yang berkaitan dengan agamanya. Dengan demikian, diharapkan keberadaan Paga Nagari dapat membantu tugas Kepolisian di Kecamatan.
Kepada para misionaris, langkah pertama, tolak mereka dengan cara yang baik, karena Islam tidak mengajarkan cara kekerasan jika kita tidak diperlakukan keras. Konkritnya kalau menemukan sudah ada bukti-bukti itu, ambil bukti-bukti itu kemudian serahkan kepada ulama setempat dan beritahukan kepada aparat, lantas jelaskan kepada mereka ini melanggar kode etik penyebaran agama. Kalau mereka berbuat zhalim baru kita lakukan hal yang sama tapi tidak boleh berlebihan.
 Ummat Islam jangan menjadi ummat yang bodoh karena Islam bukan agama yang sempit. Kepada ummat Kristen yang tidak menggangu jangan diganggu pula mereka.   Tindakan ummat Islam selama ini cenderung reaktif terhadap isu-isu kristenisasi, misalnya seperti yang terjadi di Doulos. Bagaimana menurut Anda?   Jangan salah tafsir. Ummat Islam tidak pernah mengadakan aksi. Mereka hanya bereaksi. Karena aksi-aksi Kristen melanggar kode etik maka ummat Islam bereaksi.  

D.    KESIMPULAN DAN SARAN
1.    Kesimpulan
Kesimpulan dari metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Provinsi Sumatera Barat sistem adalah:
a.    Metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat melalui: pengacauan pemikiran (ghozwul fikri), penyebaran paham sekuler, liberalis, modernisasi dan pluralisme agama, meniru idiom Islam (busana, atribut dan kebiasaan), melakukan berbagai pemalsuan dan pernikahan antar agama.
b.    Antisipasi Metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat melalui:
1)   Jangka pendek: Memperkuat aqidah umat (dalam keluarga, peserta didik TPA/MDA, SDI, MTs/SMPI, dan MA/SMAI, memperkuat/pengkaderan  mubaligh, pembekalan generasi muda, sosialisasi pemurtadan kepada masyarakat, dan kembali ke surau/masjid tempat belajar dan berlatih), Mengidupkan tradisi nasehat-menasehati, Meningkatkan peran pemuka masyarakat dalam mengantisipasi pemurtadan serta Melakukan pengawasan (orang asing, lembaga-lembaga asing, kritis dan pengusiran), Memasang spanduk/baliho di setiap kantor Nagari.
2)   Jangka panjang: Meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat (membuka lapangan pekerjaan, pelatihan wira usaha dan pemberdayaan BAZ), Pembumian adat bersandi syara’, syara’ bersandi kitabullah (meyakinkan masyarakat adat minang sejalan dengan ajaran Islam), Membasmi penyakit masyarakat (pelacuran/zina, minuman keras dan perjudian), dan Mendirikan taman bacaan Islam.
3)   Memperkuat PagaNagari
2.    Saran/Rekomendasi
Saran/rekomendasi pada penelitian metode pemurtadan masyarakat Minang Kabau di Sumatera Barat ditujukan kepada:
1.    Pihak Kemendagri, Kemenag dan Kemendikbud Republik Indonesia agar membuatkan regulasi dan aturan rinci terkait kehidupan beragama terlebih permasalahan pemurtadan
2.    Pihak Pempro Sumatera Barat agar mendukung, bekerjasama dan berperan aktif menyukseskan program anti pemurtadan dan kristenisasi di wilayah Sumatera Barat dengan tokoh ulama serta tokoh adat.
3.    Para tokoh agama dan adat untuk berperan mengantisipasi pemurtadan masyarakat Minang Kabau.
4.    Masyarakat, pemuda-pemudi Minang Kabau untuk waspada dan bekerjasama dengan pemerintah, ulama, tokoh adat mengantisipasi gerakan pemurtadan masyarakat Minang Kabau.
5.    Kaum non Islam yang ada dan memasuki Minang Kabau agar menghormati dan tidak melancarkan misi pemurtadan baik secara sembunyi atau terang-terangan.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi, 2007, Manajemen Penelitian Jakarta: PT Rineka Cipta
Ahmad Jaiz, Hartono, ---, Bahaya Islam Liberal Berlabel Pemurtadan, Jakarta: Pustaka Alkautsar
         
Hendra Helmidjas, 2013, Ancaman Kristenisasi terhadap Masyarakat Minang Kabau, Jakarta: Pustaka Aweha
         
Handrianto Budi, 2007, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme, Jakarta: Hujjah Press

Http://www.google.com. Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat, Muhammad Guntur Romli  
JIL, Diakses tanggal 10 Juni 2014

Http://wikipedia.org/wiki/Jaringan Islam Liberal. Diaksestangggal 10 Juni 2014

Http://www.google.com. Hidayatullah, Kristenisasi di Minang Kabau Diakses tanggal 9 Juni 2014

Http://www.google.com. eramuslim.com/berita/laporan-khusus/bermula-dari-mailing-list-sejarah-jil-merusak-akidah-islam-di-indonesia. Diakses tanggal 12 Juni 2014
                                                                                    
Http:// Dakwatuna.com. Amang Syafrudin, Ghozwul Fikridan. Diakses tanggal 9 Agustus 2013

Http://www.voa-islam.com, Bahaya Liberalis, sekuleris dan pemurtadan Diakses Tanggal 12 Juni 2014



PERSANTUNAN: Artikel ini diolah dari research online oleh Dodi Radesa, S.Pd.I,. M.CIO dengan judul “Metode Pemurtadan Masyarakat Minang Kabau di Provinsi Sumatera Barat”.  Terimaksih untuk semua PEJUANG DAKWAH, MEDIA ONLINE dan SEMUA GENERASI MUJAHID UNITED OF PK Sejahtera.